Kamis, 07 Februari 2013

Penelitian mengenai penyembelihan Hewan dengan Cara Islam


Ajaran agama islam mengajarkan menyembelih hewan persyaratannya antara lain dalam keadaan hidup, sementara dalam ajaran ilmu peternakan hewan yang desembelih harus dipingsankan terlebih dahulu sebelum disembelih supaya peyembelihan ternak dapat dilakukan dengan mudah tanpa ada perlawanan dari ternak tersebut. Hal inilah yang membuat saya bertanya-tanya yang manakah perlakuan yang lebih baik. Mulai dari pemotongan hingga dikonsumsi oleh manusia. mudah-mudah hasil penyusuran saya ini dapat membantu kawan-kawan yang mempunyai pertanyaan yang sama dengan saya.


Penelitian Mengenai Penyembelihan Hewan Dengan Cara Islam

Di bawah ini adalah tulisan yang disadur dan diringkas oleh Usman Effendi AS.,dari makalah tulisan Nanung Danar Dono, S.Pt., M.P., Sekretaris Eksekutif LP.POM-MUI Propinsi DIY dan Dosen Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta:

Melalui penelitian ilmiah yang dilakukan oleh dua staf ahli peternakan dari Hannover University, sebuah universitas terkemuka di Jerman. Yaitu: Prof.Dr. Schultz dan koleganya, Dr. Hazim. Keduanya memimpin satu tim penelitian terstruktur untuk menjawab pertanyaan: manakah yang lebih baik dan paling tidak sakit, penyembelihan secara Syari’at Islam yang murni (tanpa proses pemingsanan) ataukah penyembelihan dengan cara Barat (dengan pemingsanan)?
Keduanya merancang penelitian sangat canggih, mempergunakan sekelompok sapi yang telah cukup umur (dewasa). Pada permukaan otak kecil sapi-sapi itu dipasang elektroda (microchip) yang disebut Electro-Encephalograph (EEG). Microchip EEG dipasang di permukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan otak, untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi ketika disembelih. Di jantung sapi-sapi itu juga dipasang Electro Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar karena disembelih.


Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG maupun ECG yang telah terpasang di tubuhnya selama beberapa minggu. Setelah masa adaptasi dianggap cukup, maka separuh sapi disembelih sesuai dengan Syariat Islam yang murni, dan separuh sisanya disembelih dengan menggunakan metode pemingsanan yang diadopsi Barat.
Dalam Syariat Islam, penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam, dengan memotong tiga saluran pada leher bagian depan, yakni: saluran makanan, saluran nafas serta dua saluran pembuluh darah, yaitu: arteri karotis dan vena jugularis.

Patut pula diketahui, syariat Islam tidak merekomendasikan metoda atau teknik pemingsanan. Sebaliknya, Metode Barat justru mengajarkan atau bahkan mengharuskan agar ternak dipingsankan terlebih dahulu sebelum disembelih.
Selama penelitian, EEG dan ECG pada seluruh ternak sapi itu dicatat untuk merekam dan mengetahui keadaan otak dan jantung sejak sebelum pemingsanan (atau penyembelihan) hingga ternak itu benar-benar mati. Nah, hasil penelitian inilah yang sangat ditunggu-tunggu!
Dari hasil penelitian yang dilakukan dan dilaporkan oleh Prof. Schultz dan Dr. Hazim di Hannover University Jerman itu dapat diperoleh beberapa hal sbb:

Penyembelihan Menurut Syariat IslamHasil penelitian dengan menerapkan praktek penyembelihan menurut Syariat Islam menunjukkan:Pertama :pada 3 detik pertama setelah ternak disembelih (dan ketiga saluran pada leher sapi bagian depan terputus), tercatat tidak ada perubahan pada grafik EEG. Hal ini berarti bahwa pada 3 detik pertama setelah disembelih itu, tidak ada indikasi rasa sakit.

Kedua :
pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan grafik secara bertahap yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep (tidur nyenyak) hingga sapi-sapi itu benar-benar kehilangan kesadaran. Pada saat tersebut, tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat aktivitasnya.

Ketiga :
setelah 6 detik pertama itu, ECG pada jantung merekam adanya aktivitas luar biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari seluruh anggota tubuh dan memompanya keluar. Hal ini merupakan refleksi gerakan koordinasi antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Pada saat darah keluar melalui ketiga saluran yang terputus di bagian leher tersebut, grafik EEG tidak naik, tapi justru drop (turun) sampai ke zero level (angka nol). Hal ini diterjemahkan oleh kedua peneliti ahli itu bahwa: “No feeling of pain at all!” (tidak ada rasa sakit sama sekali!).

Keempat : 
karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat) yang layak dikonsumsi bagi manusia. Jenis daging dari hasil sembelihan semacam ini sangat sesuai dengan prinsip Good Manufacturing Practise (GMP) yang menghasilkan Healthy Food.


Penyembelihan Cara Barat
Pertama :segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi terhuyung jatuh dan collaps (roboh). Setelah itu, sapi tidak bergerak-gerak lagi, sehingga mudah dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat pula dengan mudah disembelih tanpa meronta-ronta, dan (tampaknya) tanpa (mengalami) rasa sakit. Pada saat disembelih, darah yang keluar hanya sedikit, tidak sebanyak bila disembelih tanpa proses stunning (pemingsanan).
Kedua :
segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat nyata pada grafik EEG. Hal itu mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit yang diderita oleh ternak (karena kepalanya dipukul, sampai jatuh pingsan).


Ketiga :
grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang drop ke batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan rasa sakit yang luar biasa, sehingga jantung berhenti berdetak lebih awal. Akibatnya, jantung kehilangan kemampuannya untuk menarik dari dari seluruh organ tubuh, serta tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.


Keempat :
karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara maksimal, maka darah itu pun membeku di dalam urat-urat darah dan daging, sehingga dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak sehat), yang dengan demikian menjadi tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia. Disebutkan dalam khazanah ilmu dan teknologi daging, bahwa timbunan darah beku (yang tidak keluar saat ternak mati/disembelih) merupakan tempat atau media yang sangat baik bagi tumbuh-kembangnya bakteri pembusuk, yang merupakan agen utama merusak kualitas daging.
Bukan Ekspresi Rasa Sakit!
kejang dan meregangkan otot pada saat ternak disembelih ternyata bukanlah ekspresi rasa sakit! Sangat jauh berbeda dengan dugaan kita sebelumnya! Bahkan mungkin sudah lazim menjadi keyakinan kita bersama, bahwa setiap darah yang keluar dari anggota tubuh yang terluka, pastilah disertai rasa sakit dan nyeri. Terlebih lagi yang terluka adalah leher dengan luka terbuka yang menganga lebar…!Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim justru membuktikan yang sebaliknya. Yakni bahwa pisau tajam yang mengiris leher (sebagai syariat Islam dalam penyembelihan ternak) ternyata tidaklah ‘menyentuh’ saraf rasa sakit. Oleh karenanya kedua peneliti ahli itu menyimpulkan bahwa sapi meronta-ronta dan meregangkan otot bukanlah sebagai ekspresi rasa sakit, melainkan sebagai ekspresi ‘keterkejutan otot dan saraf’ saja (yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras). Mengapa demikian? Hal ini tentu tidak terlalu sulit untuk dijelaskan, karena grafik EEG tidak membuktikan juga tidak menunjukkan adanya rasa sakit itu.
Hadits Rasulullah tentang penyembelihan ini:


“........ dan apabila kalian menyembelih, maka hendaklah berbuat ihsan dalam menyembelih. (Yaitu) hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya agar meringankan binatang yang disembelihnya.” (H.R. Muslim).

  1. a b c Biography of Prof. Schulze at TiHo Hanover, 2000
  2. ^ IPVS-Kongress 2004. Eine beeindruckende Veranstaltung GROSSTIERPRAXIS 07/2004 page 24
  3. ^ Wilhelm Schulze Preis at TiHo Hanover, 2006
  4. ^ Schulze W, Schultze-Petzold H, Hazem AS, Gross R. Experiments for the objectification of pain and consciousness during conventional (captive bolt stunning) and religiously mandated (“ritual cutting”) slaughter procedures for sheep and calves. Deutsche Tierärztliche Wochenschrift 1978 Feb 5;85(2):62-6. (English translation by Sahib Mustaqim Bleher) (German)
  5. ^ The Halal Slaughter Controversy: Do Animal Rights activists protect the sheep or the Butcher? by Sahib Mustaqim Bleher www.mustaqim.co.uk
  6. ^ Is Islamic Slaughtering Cruel to Animals? By Dr. Aisha El-Awady, IslamOnline.net 2 February 2003
  7. http://en.wikipedia.org/wiki/Wilhelm_Schulze_(professor_of_veterinary_medicine)


SUMBER


Kamis, 29 November 2012

Komposisi Telur

Syukur kepada Tuhan Semesta alam Allah swt akhirnya selesai juga tulisan ini. Sudah lama tidak update blog ini, sepertinya sudah bau bangkai. Okey kali ini saya akan memebicarakan tentang bagian dan kandungan pada telur[bukan telor]. Kenapa saya memilih telur?. Karna point pertama: postingan sebelumnya belum pernah membicarakan telur [telur siapa?], point kedua karana telur sangat mudah dan murah untuk konsumsi oleh masayarakat indonesia umunya.  Point selanjutnya sudah mudah dan murah nilai gizi sebuah telur tidak murahan lo...! Point selanjutnya sebagai pengganti/ subsitusi dari daging.  Okey tanpa memperpanjang mukaddimah lagi mari kita cerna telur tersebut.


Kerabang
Pertama dan paling utama kita bisa lihat dan raba bagian luar dari telur. Terasa keras. Bagian  tersebut disebut dengan Kerabang atau shell  bahasa ilmiahnya. Kandungan kimia dari cangkang ini menurut referensi yang saya  baca adalah 94% kalium karbonat (CaCO3), 1% magnesium karbonat (MgCO3) , 1% kalsium phosphate (CaPO4) , unsur organi lain 4%. Kerasnya kerabang telur ini berfungsi untuk melindungi dari isi telur dan embrio dari gangguan baik fisik / kimiawi.  Kalau mengenai ketebalan kerabang menurut saya tergantung dengan faktor genetic, pakan, jenis unggas, umur unggas dan  lingkungan (pakan, suhu, penyakit).
Pada kerabang ini, jika mata kita bisa seperti mikroskop, sebenarnya terdapat pori-pori. Pori-pori ini jumlahnya  bervariasi (7000-17.000/butir). Melalui pori-pori ini, udara masuk ke telur guna memasok oksigen bagi embrio yang sedang berkembang serta melepaskan karbondioksida (CO2) dan uap air. Pada telur segar, pori-pori hampir tertutup semua, tetapi dengan bartambah tua telur, jumlah pori yang terbuka semakin meningkat. 
Okey next, berbicara warna kerabang telur sebagian besar berwarna putih atau beragam kecoklatan. Namun, ayam-ayam dari Amerika Selatan, Araucana [sudah pernah kesana? Sama, saya juga belum J ], menghasilkan telur dengan kerabang berwarna hijau atau biru. Pigmen yang dihasilkan di uterus pada saat kerabang  diproduksi bertanggung jawab pada warna. Warna sangat konsisten untuk setiap ayam, merupakan genetic make-up dar individu. Beberapa strain ayam menghasilkan telur dengan warna kerabang cokelat gelap, sedangkan yang lainnya bervariasi keputihan. Pigmen cokelat pada kerabang telur adalah porhpyrin, secara merata disebarkan ke seluruh kerabang. Indeks telur : panjang/lebar X 100%, telur ideal adalah 75%.  [tarik napas dalam-dalam]



Air Cell
Selanjutnya kita masuk kedalam telur,  kalau kita masuk dari bagian tumpul dari kerabang kita akan menemukan Air Cell  (rongga  udara),ketika telur pertama dikeluarkan, tidak ada rongga udaranya. Namun, setelah telur berumur agak lama dan kandungan interior mengalami dehidrasi, diameter dan kedalaman rongga udara bertambah. Diameter rongga udara sekitar 0,7 inci (1,8cm). besar rongga udara merupakan indicator umur telur. 

 Albumen
sebaliknya masuk dari bagian runcing telur kita menemukan albumen (putih telur). Albumin (bahasa Latin: albus, white) adalah istilah yang digunakan untuk merujuk ke segala jenis protein monomer yang larut dalam air dan larutan garam, dan mengalami koagulasi saat terpapar panas. Substansi yang mengandung albumin, seperti putih telur, disebut albuminoid


Yolk
Yolk atau kuning telur bukan sel reproduktif sejati, tetapi merupakan sumber bahan pakan bagi sel kecil (blastoderm) dan selanjutnya digunakan embrio untuk menunjang pertumbuhannya. Bahan pewarna yolk adalah xanthophyl, suatau pigmen karoten dari pakan yang dimakan ayam.
Yolk tersusun atas lemak (lipida) dan protein yang bergabung membentuk lipoprotein. Begitu umur ayam bertambah, ukuran telur, bobot kering, dan persentase yolk meningkat. Sebaliknya, persentase kerabang, albumen dan albumen padat berkurang.



Chalazae
Pada sebutir telur yang dipecah, terdapat dua pita yang terbelit dan memanjang dari ujung yolk melalui albumen. Itulah yang disebut chalazae. Albumen-chalaziferous diproduksi bila yolk pertama memasuki magnum, tetapi lilitan untuk membentuk dua chalazae terjadi lebih akhir saat telur berputar pada ujung akhir oviduk. Lilitan dengan arah yang berlawanan dari chalazae dimaksudkan untuk memelihara yolk tetap berada di pusat setelah telur keluar.

Alhamdulillah, selesai juga tulisan ini, tulisan ini memang masih banyak kekurangannya maka dari itu penulis mengharapkan masukan atau saran untuk bahan pertimbangan, semoga bermanfaat, Wassalam. 

referensi:
  • Suprijatna, E, dkk.2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penerbit Swadaya. Jakarta
  • http://www.fkh.unair.ac.id/materi/Prof.%20Hj.%20Romziah%20Sidik,%20drh.,%20Ph.D/Kuliah%20ITUB-2.ppt, diakses pada tanggal 7 Nopember 2012
  • http://www.deptan.go.id/pengumuman/nak032010/Booklet%20Telur.pdf, diakses pada tanggal 7 Nopember 2012
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Albumin, diakses pada tanggal 7 Nopember 2012
  • http://animalscience-info.blogspot.com/2011/03/struktur-dan-komposisi-telur-konsumsi.html, diakses pada tanggal 7 Nopember 2012






Rabu, 18 April 2012

HASIL PEMBICARAN TAK SENGAJA DENGAN TEMAN

knapa Zi....?|pusing...|pusing knapa Zi...?|pusing memikirkan negara ini...|ngapain memikirkan negara ini, negara aja nggak memikirkan kita....|....(blank), kalau begitu aq pindah kewarganegaraan saja.|kemana?|ke Madagaskar, kamu nggak mau ikut?|nggak ach, aq ke kutub selatan aja berjemur...|....(blank)... (ternyata temanku ini lebih gila dariku....)